Mataram NTB - Maraknya Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dari Nusa Tenggara Barat (NTB) yang hendak bekerja ke luar negeri akibat desakan ekonomi cukup memprihatinkan.
Pasalnya sebagian besar CPMI tidak terlalu mengetahui secara detail prosedur keberangkatan serta persyaratan yang harus dipersiapkan. Belum lagi negara mana saja yang secara prosedural mempunyai JO (Job Order) dengan Indonesia merupakan salah satu keterbatasan pengetahuan CPMI sehingga dengan mudah menerima informasi ataupun bujuk rayu dari para calo atau petugas lapangan yang merekrut yang mengatasnamakan perorangan ataupun nama Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang mereka sendiri (CPMI) belum mengetahui keberadaan Perusahaan tersebut.
Hal ini yang dialami oleh 13 CPMI asal pulau Lombok (NTB) yang merasa di tipu oleh petugas lapangan atau Calo atas nama perorangan dan mengaku bisa mempasilitasi pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri dengan biaya 10 juta rupiah yang akan dikirim menjadi tenaga kerja ke Kanada tidak kunjung diberangkatkan.
Baca juga:
Lalu Wink Haris : NTB krisis keadilan
|
Pada sebuah Konferensi pers yang dilaksanakan oleh Subdit Ditreskrimum Polda NTB, Kamis (02/06) di Polda NTB, Kediv Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto SIK menjelaskan ada sekitar 53 laporan yang masuk terkait calo perekrut CPMI yang diduga melakukan Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO). Namun kata Artanto baru 13 laporan yang bisa di ungkap sesuai data dan bukti yang didapatkan.
Didampingi Wadir Reskrimum Polda NTB AKBP Feri Jaya Satriansyah SH dan Kasubdit PPA Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati SIK, Kabid Humas menegaskan berdasarkan LP/B/89/2022 tertanggal 31 Maret 2022 bahwa korban beserta 12 korban lainnya yang terdiri dari 2 orang asal Lombok Barat, 5 orang asal Lombok Tengah dan 6 orang korban berasal dari Lombok Timur merasa telah dibohongi oleh para Calo yang katanya bisa di berangkatkan bekerja keluar negeri melalui salah satu Perusahan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang dulu dikenal dengan PJTKI.
Lanjut Artanto kejadian ini terjadi mulai periode April - Juni 2021 di wilayah Jereneng, Desa Batu tulis Lombok Tengah. Dimana Korban beserta 12 rekannya direkrut oleh tersangka untuk di berangkatkan bekerja ke Kanada melalui salah satu P3MI. Namun sebelum di berangkatkan CPMI di haruskan latih Skill ( Bahasa Inggris) dengan mengikuti kursus dengan biaya pribadi masing-masing Rp. 2.50.000.
Namun saat pelatihan di sebuah lembaga latihan di wilayah Lombok Tengah, secara tiba-tiba ada Sidak dari Disnakertrans Provinsi NTB mengatakan bahwa negara Kanada untuk saat ini tidak ada JO. Atas keterangan itu korban bersama 12 rekan lainnya mempertanyakan hal tersebut kepada calo (tersangka).
"Oleh para calo dijelaskan bahwa akan mengalihkan untuk bekerja di Polandia, hanya saja ada tambahan biaya sebesar 5 juta rupiah lagi untuk biaya pengajuan visa kerja (Working verpit), "ucap Artanto mengutip penjelasan salah seorang dari 3 tersangka yang telah diamankan.
"Namun hingga saat ini ke 13 CPMI belum juga diberangkatkan, "tambah Artanto.
Sedangkan Modus yang dilakukan oleh para calo adalah dengan merekrut dan meyakinkan dengan segala bujuk rayu kepada CPMI bahwa akan di berangkatkan Keja ke negara Eropa (Kanada/Polandia) yang akan dikirim melalui salah satu P3MI.
"Atas dasar itu korban melaporkan peristiwa ini ke Subdit PPA Reskrimum Polda NTB, "bener Artanto.
Atas laporan tersebut tim ops PPA Polda NTB melakukan penyelidikan dan pada akhirnya mengamankan 3 tersangka (calo) yang merekrut ke 13 CPMI tersebut.
Tersangka yakni, PJ pria 47 tahun, alamat KTP Wilayah Jereneng Desa Batu tulis, Kabupaten Lombok Tengah, berikutnya MN pria 42 tahun alamat KTB Desa Jurang Jaler, Lombok Tengah dan HJ, Pria 48 tahun, alamat KTP Desa Jurang Jaler Lombok Tengah.
Beserta barang bukti yang diamankan 12 kwitansi milik korban sebagai bukti pembayaran working Verpit, 17 sertifikat pelatihan skil bahasa Inggris dan sertifikat table manner, dan 9 buah paspor asli milik korban.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Atas tindakan para tersangka di kenakan UU RI no 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dengan ancaman paling lama 10 tahun penjara dan atau Denda 15 Milyard rupiah.(Adb)